Mau Investasi Nikel? BUMN Andalanku

  



Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengungkapkan kalau keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghentikan ekspor bahan mentah pertambangan sangat tepat dan strategis. Hal itu sebagai langkah hilirisasi mineral.

Di sisi lain, Fahmy juga menyebut kalau tentu hal ini akan menimbulkan permasalah termasuk di nikel kadar rendah yang kapasitasnya jika dihilirisasi masih sangat terbatas.

"Ini akan menyulitkan bagi pengusaha nikel, karena nikel ini bahan baku utama untuk baterai, padahal industri baterai di Indonesia juga terbatas," jelas Fahmy.

Namun menurut Fahmy, ada berita baik dari nikel. Pasalnya, di samping penambangan eksisting, saat ini sedang dibangun pabrik di baterai listrik di batang yang produksinya mencapai 3,5 juta unit atau setara dengan 200 gigawatt per tahun.

"Kalau yang di Batang sudah beroperasi, saat itulah masalah terhadap nikel akan berkurang, termasuk hilirisasi nikel tadi, saya perkirakan nanti akan muncul beberapa perusahan/pengusaha nikel," prediksi Fahmy.

Di sisi lain, Fahmy berpendapat selain mengandalkan pengusaha swasta, sangat penting jika pemerintah berinvestasi apalagi kepada BUMN di bidang tambang. Menurutnya, kalau tidak ada smelter dan larangan ekspor tetap berjalan akan menimbulkan masalah baru.

"Pemerintah ikut mendorong BUMN untuk mendirikan smelter dan mendorong industri baterai, selain untuk ekspor, jika terkait mobil listrik akan sangat bagus, sehingga dari hulu ke hilir," ungkap Fahmy.

Menurutnya hal ini tentu sangat sesuai dengan rencana Jokowi yang mengharapkan keterkaitan industri, yakni ada smelterisasi dan ada baterai, termasuk untuk mobil listrik.

"Kalau semuanya sudah siap, akan memberikan kemudahan dan mobil listrik atau baterai lebih murah dibanding negara yang tidak punya nikel dan perusahan baterai. Sekali lagi ini sangat penting dan harus didorong ke BUMN tambang," pungkas Fahmy.

Langkah Hilirisasi Pemerintah terhadap SDA dalam Negeri

Pembangunan kawasan industri di luar Pulau Jawa mengakomodasi kebijakan hilirisasi industri berbasis sumber daya alam. Hal ini mampu meningkatkan nilai tambah komoditas secara signifikan, juga berkontribusi terhadap upaya substitusi impor, peningkatan serapan tenaga kerja, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dan perekonomian di daerah.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pun mendorong berdirinya kawasan-kawasan industri untuk menjalankan aktivitas hilirisasi industri, termasuk yang berbasis nikel. Dengan memiliki cadangan nikel sebesar 72 juta ton atau mencapai 52% dari total cadangan nikel dunia berdasarkan data tahun 2020, Indonesia punya daya tarik besar bagi investasi di sektor industri tersebut.

“Kemenperin telah menyusun pengembangan perwilayahan industri hingga 2035 yang mencakup peningkatan peran wilayah luar Jawa dalam menciptakan nilai tambah sektor industri pengolahan non-migas sebesar 40% dari total nilai tambah sektor industri pengolahan non-migas nasional,” kata Staf Ahli Menteri Perindustrian Bidang Iklim Usaha dan Investasi Andi Rizaldi di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, dikutip dari siaran pers di situs Kemenperin, Jumat (20/5).

Target tersebut meliputi pembangunan 36 Kawasan Industri dengan prioritas pengembangan di luar Pulau Jawa yang didukung dengan penyediaan lahan sekitar 50.000 ha dan pembangunan sentra Industri Kecil dan Menengah (IKM) baru, minimal satu Sentra IKM di setiap kabupaten/kota.

Di Provinsi Sulawesi Tenggara yang merupakan satu dari 22 Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI) sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun 2015-2035, terdapat Kawasan Peruntukan Industri (KPI) seluas 4.244,68 ha dengan 4 kawasan industri, termasuk di antaranya Kawasan Industri Nusantara Industri Sejati.

Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin turut meresmikan peletakan batu pertama Kawasan Industri Nusantara Industri Sejati (NIS) di Kecamatan Motui, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. “Pemerintah mendorong pembangunan KI NIS sehingga mampu mengoptimalkan nilai tambah hilirisasi, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong perekonomian daerah,” ujar dia.

KI NIS akan membangun smelter dengan teknologi Rotary Kiln-Electris Furnice (RKEF). Kapasitas produksi di tahap awal sebesar 70.000 ton dengan kadar nikel 10%-12%. Smelter ini akan dibangun dengan menggunakan luas area tahap pertama yaitu 375 ha.

Presiden Komisaris NT Corp Nurdin Tampubolon menyampaikan, smelter nikel yang dibangun akan menghasilkan Ferronikel sebagai bahan baku untuk pabrik lainnya dalam bentuk produk turunan seperti Nickel Metal, Ni Powder, batteries, hingga aplikasi untuk industri otomotif, alat rumah tangga, dan peralatan kesehatan.

Ma'ruf Amin menyampaikan keinginan pemerintah untuk mengembangkan ekosistem kawasan industri modern yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Untuk itu, pemerintah mendukung penuh agar iklim investasi di Indonesia semakin baik dengan terus meningkatkan daya tarik investasi, melalui pemberian kemudahan perizinan, fasilitas insentif fiskal dan nonfiskal, hingga pemberlakuan larangan ekspor bahan mentah.

“Pesan saya kepada pengelola Kawasan Industri NIS agar segera menyiapkan daya dukung dan daya tampung di dalam kawasan industri untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing ekspor,” jelasnya.

Produksi bijih nikel di dalam negeri ditujukan untuk mendukung kebutuhan bahan baku industri dalam negeri dengan memperhatikan Environmental Social Governance (ESG). Artinya, sektor industri turut memperhatikan pengelolaan lingkungan hidup dan keberlanjutannya (sustainability), serta pengembangan wilayah dan masyarakat.


0 Response to "Mau Investasi Nikel? BUMN Andalanku"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel