Ini Alasan Jokowi Menghapus Tenaga Honorer
Jokowi memutuskan untuk segera menghapus status tenaga honorer. Terhitung mulai pada tahun 2023, sudah tidak ada lagi tenaga honorer yang bekerja di instansi pemerintah.
Para tenaga honorer diberi kesempatan untuk mengikuti seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) atau beralih ke outsourcing.
Penghapusan tenaga honorer sendiri merupakan mandat yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.
Nantinya honorer ini akan diganti pihak ketiga dengan sebutan pekerja outsourcing.
Menurutnya, saat ini tenaga honorer di K/L sudah mulai digantikan dengan pekerja outsourcing. Seperti satpam, supir hingga tenaga administrasi.
Dengan perubahan ini, maka nantinya pegawai yang ada di K/L hanya akan ada Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan tenaga outsourcing.
Penghapusan Tenaga Honorer Disebut Miliki Nilai Positif
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) bakal menghapus tenaga honorer di instansi pemerintahan mulai 28 November 2023. Aturan tersebut tercantum dalam Surat Menteri PAN-RB tentang Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah nomor B/165/M.SM.02.03/2022 yang ditandatangani Tjahjo Kumolo pada 31 Mei 2022.
Pakar Kebijakan Publik Universitas Airlangga (Unair) Falih Suaedi menilai, kebijakan ini mempunyai nilai positif untuk jangka panjang. Regulasi tersebut akan mempermudah pemerintah dalam menganalisis kebutuhan riil pegawai secara kualitatif dan kuantitatif. Menurutnya, fenomena ini harus direspons dengan solusi kreatif.
“Memang proses seleksi dan rekrutmen pegawai honorer dulu sangat beragam karena masing-masing instansi menyelenggarakan. Oleh sebab itu, pegawai honorer yang ada saat ini sebaiknya dipetakan dari aspek lama mengabdi, umur, pendidikan, dan prestasi kerja,” kata Falih, Ahad (12/6/2022).
Falih mengatakan, apabila lama mengabdi tenaga honorer sudah lebih dari lima tahun, umur masih memenuhi syarat masuk PNS, pendidikan yang relevan, serta memiliki prestasi kerja yang baik, maka yang bersangkutan layak untuk mendapatkan poin 30 persen. Sisanya yang 70 persen tergantung dari hasil tes, baik untuk PNS maupun P3K.
"Di samping itu, Pejabat Pembinaan Kepegawaian (PKK) juga harus merancang langkah strategis terkait penyelesaian pegawai non-ASN yang tidak memenuhi syarat dan tidak lulus seleksi CPNS sebelum batas waktu 28 November 2023," ujarnya.
Falih mengusulkan strategi berupa penyusunan profil atas dasar lama mengabdi, umur, pendidikan, dan prestasi kerja. Kemudian, profil tersebut mulai dipilah untuk disalurkan kepada BUMN, BUMD, atau organisasi lain yang sistem kepegawaiannya lebih independen. Termasuk merekomendasikan kepada pihak ketiga yang merupakan mitra pemerintah (outsourcing).
Falih meyakini, dalam jangka yang lama peraturan ini akan membantu pemerintah untuk mendapatkan data yang lebih valid terkait kualitas dan kuantitas PNS dan PPPK. Lebih dari itu, hal itu juga dapat memberikan kemudahan dalam menyusun perencanaan tentang placement, training dan development, sistem karir dan sistem kompensasi, serta evaluasi kinerja para pegawai.
“Selama ini database kepegawaian di negara kita nggak pernah beres. Jika database-nya saja bermasalah, langkah ke belakangnya akan bias. Semoga hal-ihwal tentang pengelolaan ASN di Indonesia lebih profesional, lebih sederhana, dan lebih demokratis,” kata dia.
Alasan Menghapus Honorer Sudah Tepat
Menurut Tauchid Jatmiko, banyak tenaga honorer yang diangkat untuk diperbantukan di pemerintahan, tetapi sayangnya upah atau gaji yang diberikan kepada mereka banyak yang tidak layak seperti di bawah upah minimum regional (UMR).
Karena itu, pemerintah berupaya memperbaiki sistem kepegawaian pada pemerintah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, ke depan hanya ada dua kategori aparatur sipil negara, yaitu PNS dan Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Konsekuensinya, pegawai di luar berstatus PNS dan PPPK harus dipekerjakan berdasarkan UU Ketenagakerjaan dan digaji sesuai dengan Upah Minimum Regional (UMR). Tenaga honorer yang dipekerjakan, tetapi tidak tergolong kepada PNS maupun PPPK maka yang bersangkutan harus tunduk pada UU Ketenagakerjaan karena kaitannya terhadap gaji dan hak-hak lainnya.
"Yang sekarang ingin dibenahi oleh pemerintah adalah keberadaan pegawai yang digaji tidak sesuai dengan UMR,” paparnya.
Pemerintah ingin menghilangkan keberadaan pegawai yang digaji tidak sesuai dengan UMR. Semua harus tunduk pada UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN atau UU Ketenagakerjaan sehingga gajinya bisa sesuai UMR.
0 Response to "Ini Alasan Jokowi Menghapus Tenaga Honorer"
Posting Komentar