Harga Avtur Mahal? Tenang, Pemerintah Punya Solusinya



Bambang Soesatyo mendorong pemerintah dan Pertamina untuk segera mencari solusi atas semakin meningkatnya harga avtur di Indonesia. Pada periode Januari-Juni 2022, harga rata-rata avtur di Bandara Internasional Soekarno Hatta telah naik sekitar 55,38 persen.

"Rata-rata biaya avtur berkontribusi sekitar 35 sampai 40 persen terhadap biaya operasi pesawat. Tidak hanya mengganggu penerbangan penumpang berjadwal, kenaikan harga avtur yang semakin tinggi ditambah menguatnya kurs dolar juga telah menyebabkan industri penerbangan kargo terkena dampaknya," ujar Bambang, dalam keterangan tertulisnya, Minggu, 10 Juli 2022.

Ia menjelaskan perusahaan kargo rata-rata telah menandatangani kontrak selama setahun dengan perusahaan jasa pengiriman dalam negeri untuk mengangkut berbagai muatannya. Namun karena kondisi harga avtur yang terus melejit, membuat industri penerbangan kargo juga menjerit.

Pertamina harus segera mencarikan solusi agar harga avtur di Indonesia bisa bersaing dengan harga di berbagai negara lainnya. Untuk mengantisipasi dampak kenaikan avtur terhadap industri penerbangan penumpang berjadwal dan kargo, pemerintah dalam waktu dekat bisa mengeluarkan kebijakan.


Program RDMP Jadi Solusi Kurangi Impor Bahan Bakar Minyak

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan proyek pengembangan kilang atau Refinery Development Master Plan (RDMP) menjadi solusi perseroan dalam mengurangi impor bahan bakar minyak di Indonesia.

"Kami melakukan RDMP untuk meningkatkan indeks kompleksitas dari seluruh kilang dan juga meningkatkan kapasitasnya agar bisa menurunkan angka impor BBM," ujarnya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta, Rabu.

Nicke menjelaskan saat ini kapasitas produksi yang terpasang dari kilang-kilang milik Pertamina adalah memproduksi sekitar 60 sampai 70 persen dari kebutuhan BBM nasional. Perseroan masih melakukan impor BBM antara 30 sampai 40 persen dari BBM nasional.

Menurutnya, BBM impor sebagian besar adalah gasoline. Sedangkan, gasoil berupa solar dan avtur sudah tidak lagi diimpor oleh Pertamina karena mampu dipenuhi oleh produksi domestik.

Pertamina mengoperasikan kilang-kilang yang sudah berumur, sehingga masih memakai teknologi lama yang membuat indeks kompleksitas masih rendah, sehingga perseroan harus melakukan investasi melalui proyek RDMP.

Sejak Juni 2022, RDMP Balongan sudah berproduksi dan bisa mengurangi impor gasoline sebanyak 25 ribu barel per hari.

"Ini dampaknya besar karena produksi di Balongan sudah bisa kami tingkatkan kapasitasnya dari awalnya 125 ribu barel per hari menjadi 150 ribu barel per hari," jelas Nicke.


Dalam 5 Tahun Rakyat Bantu Pertamina Rp 20 Triliun per Tahun

Anggota Badan Pemeriksa Keuangan Achsanul Qosasi mengatakan selama lima tahun, rakyat Indonesia membantu Pertamina Rp 20 triliun per tahun.

"Yang pasti pemerintah telah berhasil turunkan subsidi BBM dari Rp 210 triliun menjadi Rp 79 triliun dalam lima tahun. Artinya, selama lima tahun rakyat membantu Pertamina (negara) Rp 20 triliun per tahun. Tak ada gaduh, semua dilakukan demi membantu negara," kata Achsanul dalam akun Twitternya pada Minggu, 10 Juli 2022.

Ia mengatakan awalnya Pertalite didesain direksi lama untuk mengurangi konsumen premium. Premium dibatasi, Pertalite digenjot. Namun sekarang, Pertalite juga dibatasi dan memaksa rakyat pindah ke Pertamax.

Dia mengatakan pergeseran ke Pertamax pasti suatu saat terjadi, dan Pertamax akan bersaing dengan Shell, Total, Vivo, AKR, dan BBM pasar bebas lainnya.

Dia menilai rakyat pasti siap bantu Pertamina, tinggal Pertamina yang harus lebih efisien dan kurangi beban. Karena persaingan BBM akan ketat, yang efisien yang menang.

Rakyat akan rasional, jika harga Pertamax tak bisa bersaing, maka pasar akan memilih yang terbaik, walaupun sedikit lebih mahal.

Dia mengatakan satu-satunya cara adalah menghemat BBM (bukan hanya dengan menekan subsidi). Tapi mengurangi pemakaian BBM.


Pertamina Hemat Rp 32,5 Triliun Saat Minyak Mentah Dunia Tinggi

Harga minyak mentah yang terus melambung tinggi, mendorong PT Pertamina (Persero) memperkuat strategi keuangan dan upaya operasional untuk meningkatkan efisiensi di seluruh lini bisnis. Hal ini berlaku di holding maupun subholding, mulai dari hulu pengolahan hingga hilir. 

Strategis bisnis tersebut membuat perusahaan pelat merah ini berhasil melakukan optimalisasi biaya sebesar US$ 2,21 miliar atau sekitar Rp 32,5 triliun selama 2021. 

Angka tersebut diperoleh dari program penghematan biaya (Cost Saving ) US$1,36 miliar, penghindaran biaya (Cost Avoidance) sebesar US$ 356 juta, serta tambahan pendapatan (Revenue Growth) sekitar US$ 495 juta. 

Dari sisi finansial, selain program optimalisasi biaya di seluruh organisasi, Pertamina juga menjalankan program lindung nilai (hegding) untuk manajemen risiko pasar. Kemudian, perseroan juga melakukan sentralisasi pengadaan, prioritas belanja modal dan manajemen aset, serta liabilitas untuk menurunkan biaya atau beban bunga (cost of fund).


0 Response to " Harga Avtur Mahal? Tenang, Pemerintah Punya Solusinya"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel