Jokowi, Berani dalam Mewujudkan Misi Indonesia dalam Perdamaian Dunia




Jakarta - Direktur The Indonesia Intelligence Institute Ridlwan Habib menilai langkah Presiden Jokowi mengunjungi Rusia dan Ukraina, lebih berani dari Joe Biden, Presiden Amerika Serikat.

"Jokowi lebih berani dari Joe Biden, karena Biden hanya bisa berkomentar dari jauh, sedangkan Jokowi datang langsung menemui dua pihak yang bertikai," kata Ridlwan Habib di Jakarta.

Pengamat intelijen UI itu menambahkan langkah Jokowi sangat strategis di tengah ketidakpastian global.

Seperti diketahui Presiden Jokowi direncanakan mengunjungi Kyiv Ukraina dan Rusia dalam rangkaian lawatan Eropa.

Hari ini, Minggu (26/6/2022), Jokowi akan terbang ke Jerman dan akan menuju Kyiv, ibu kota Ukraina yang sedang dilanda perang melawan Rusia.

Publik pun memuji langkah Jokowi sebagai tindakan yang berani.

"Dunia terancam krisis energi dan krisis pangan karena perang Ukraina dan Rusia, langkah Jokowi menemui kedua pemimpin negara itu benar-benar ditunggu publik dunia," kata Ridlwan.

Meski begitu, alumni S2 Kajian Intelijen UI itu mengingatkan agar faktor keamanan benar-benar dihitung.

"Setidaknya ada 3 risiko keamanan yang mesti diwaspadai Paspampres dan komunitas Intelijen Indonesia yang bertugas saat kunjungan," ujar Ridlwan.

Ancaman pertama, risiko colateral war atau dampak tak disengaja saat kunjungan.

Karena Kyiv masih menjadi sasaran Rusia, bukan tidak mungkin pada saat kunjungan Jokowi bersamaan dengan serangan pesawat tempur atau rudal jarak jauh.

"Mungkin tidak ditujukan pada Presiden Jokowi, tapi karena berada di kota yang sama, harus waspada dampaknya," ujar Ridlwan.

Sebab, jika berhasil maka Jokowi dianggap mempermalukan mereka.

"Ini juga harus diwaspadai karena di medan perang, anonim army atau pasukan gelap bisa saja beroperasi, mereka berupaya mempermalukan Ukraina sebagai tuan rumah," ujar Ridlwan.

Ancaman risiko yang ketiga adalah saat kunjungan ke Moskwa, Rusia.

Pihak Rusia harus benar-benar menjamin keamanan Jokowi dari pihak pihak anti Rusia yang tidak ingin hubungan Indonesia Rusia berjalan baik.

"Walaupun bukan medan perang namun risiko di Kota Moskwa sama dengan Kota Kyiv," ujarnya.

Ridlwan meyakini tim pengamanan gabungan yang terdiri dari Direktorat B Bais, Direktorat 1 Luar Negeri BIN, Paspampres dan berbagai dukungan tim lainnya mampu membuat kunjungan bersejarah Jokowi lancar.

Politik Bebas dan Aktif, Instrumen Diplomatik Indonesia

Indonesia menganut politik luar negeri bebas aktif, sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri yang berbunyi: "Politik Luar Negeri menganut prinsip bebas aktif yang diabadikan untuk kepentingan nasional."

Pada hakikatnya, bebas berarti Indonesia tidak memihak atau ikut serta pada kekuatan yang ingin berseteru dan tidak sesuai dengan nilai luhur bangsa.

Sementara aktif diartikan bahwa Indonesia tidak tinggal diam saja, melainkan berhubungan aktif dengan dunia internasional dalam rangka mewujudkan ketertiban dunia.

Dikutip situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), politik dunia ditandai oleh munculnya dua kekuatan yang saling bertentangan, yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet. 

Amerika Serikat memiliki ideologi liberalisme, sedangkan Uni Soviet memiliki ideologi komunisme. Sehingga terbentuk istilah blok barat dan blok timur.

Politik dan sikap Indonesia dilandaskan kepada kemerdekaan dan bertujuan untuk memperkuat perdamaian.

Terhadap dua blok kekuatan yang bertentangan itu, Indonesia tidak mau memilih salah satu pihak. Indonesia menjalankan politik luar negeri “bebas aktif”. Hal ini sesuai dengan cita-cita PBB.

Pada 2 September 1948, dihadapan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) Mohammad Hatta menyampaikan pidatonya mengenai politik luar bebas akti bahwa Indonesia seharusnya menentukan sikap sendiri terhadap pertarungan internasional dan bukan menjadi obyek politik internasional.

Kenetralan bangsa Indonesia terhadap kedua kubu didukung dengan disusunnya Pancasila sebagai dasar negara dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia.

Dilansir situs Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Dalam sidang Majelis Umum PBB ke-15 pada 1960, Presiden Sukarno menyampaikan pidatonya dengan judul "Membangun Dunia Baru" (To Build the World Anew).

Presiden Sukarno menyerukan "Kekuatan Dunia Baru" (New Emerging Forces) untuk bangkit menuju tatanan dunia yang lebih adil dan seimbang, melampaui dominasi negara-negara besar di dunia yang secara ideologis terbagi ke dalam Blok Barat dan Blok Timur.

Untuk mewujudkan hal tersebut, Indonesia bertemu dengan para kepala pemerintahan Ghana, India, Mesir, dan Yugoslavia guna mempersiapkan penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Gerakan Non-Blok I di Beograd, Yugoslavia pada tahun 1961.

Dalam buku Grand Design: Kebijakan Luar Negeri Indonesia (2015-2025) (2016) karya Adriana Elisabet, prinsip bebas aktif dalam pelaksanaan kebijakan luar negeri Indonesia disesuaikan dengan dinamika nasional, regional, dan internasional.

Khususnya dinamika yang cenderung berdampak ataupun saling memengaruhi  perkembangan di tingkat nasional, regional, dan internasional.

 Untuk mengoptimalkan kontribusi internasional Indonesia dan mencapai kepentingan nasionalsecara menyeluruh baik dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan masyarakat, maupun menciptakan ketertiban dunia. 

Maka prinsip bebas aktif diimplementasikan secara lebih pragmastis, proaktif, fleksibel, akomodatif, dan asertif.

0 Response to "Jokowi, Berani dalam Mewujudkan Misi Indonesia dalam Perdamaian Dunia"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel